Rangkaian kegiatan Seminar Serial dan Workshop PSPPR ditutup dengan terselenggaranya Workshop yang dilaksanakan secara bauran di University Club (UC) Hotel Universitas Gadjah Mada dan Zoom Meeting, serta disiarkan langsung melalui kanal YouTube PSPPR UGM. Acara yang berlangsung pada Rabu, 23 Maret 2022 mengusung tema, “Manajemen Pengembangan Wisata Berkelanjutan di Kawasan Lindung”.
Seminar Serial dan Workshop ini diselenggarakan oleh Pusat Studi Perencanaan Pembangunan Regional (PSPPR) UGM atas kerjasama dengan Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (MPWK) UGM, Ikatan Ahli Perencana (IAP) DIY, serta Forum Diskusi Kritis Media Yogyakarta.
Acara yang dipandu oleh Dr. Ir. Agam Marsoyo, M.Sc. ini menghadirkan lima pembicara, yaitu Dr. Danang Wahyu Broto, S.E., M.Si. (DPRD Provinsi DIY Komisi B); Drs. Irawan Jatmiko, M.Si. (DPMPT Kabupaten Gunungkidul); Aminudin Azis (Pengusaha Destinasi Wisata Wulenpari, Gunungkidul); Gusti Kanjeng Ratu Bendara (Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah Provinsi DIY); dan I Made Agus Aryawan, S.T., M.T. (Kepala DPMPTSP Kabupaten Badung, Provinsi Bali).
DIY memiliki tantangan dan peluang yang cukup besar dalam segi pariwisata. GKR Bendara menyampaikan beberapa hal yang harus menjadi perhatian, antara lain bagaimana mengutamakan kualitas pariwisata daripada kuantitas, mempertahankan lama tinggal wisatawan, serta adanya pergeseran target pasar. Irawan menambahkan industri pariwisata di Gunungkidul memiliki potensi yang luar biasa tapi tidak diimbangi dengan persiapan yang baik. Kesadaran mengenai potensi daerah baru disadari 8 tahun terakhir, setelah perkembangan media sosial. Oleh karena itu, lanjutnya, RTRW Gunungkidul masih berbasis spasial dengan makna yang luas, tidak mengakomodasi pariwisata secara sektoral. Sebagai pelaku usaha wisata, Aminuddin menambahkan bahwa perizinan dan pembukaan kawasan pariwisata perlu dikuatkan dengan kelembagaan desa wisata. Selain itu juga perlu menyusun blueprint destinasi wisata, sehingga dapat lebih menarik investor yang ingin berinvestasi serta adanya kejelasan pembagian peran stakeholder. Made Agus menambahkan pengalaman pengelolaan pariwisata Bali yang mengimplementasikan prinsip Tri Hita Karana sehingga pariwisata diharapkan terus dapat berkelanjutan dengan menerapkan prinsip-prinsip budaya Bali, kelestarian alam, dan pemberdayaan masyarakat.
Setelah paparan oleh kelima narasumber, Workshop yang dihadiri dari unsur Pemerintah Daerah DIY, Pemerintah Daerah Non-DIY, Akademisi, Pengusaha Destinasi Wisata, IAP DIY, serta Media Massa dari Forum Diskusi Kritis Media Yogyakarta ini dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Para peserta dibagi menjadi tiga kelompok, dimana masing-masing kelompok mendiskusikan tiga isu yang berbeda, yakni (1) perencanaan pengembangan dan pengelolaan aset wisata di daerah; (2) masalah perijinan dan pengendalian kegiatan wisata di kawasan lindung Provinsi DIY; serta (3) kolaborasi dalam pengelolaan kawasan wisata di kawasan lindung Provinsi DIY. Sebagai penutup, masing-masing kelompok mempresentasikan kesimpulan hasil diskusi kelompoknya kepada seluruh hadirin.
Secara umum, terdapat tujuh isu yang dapat disimpulkan dari diskusi kelompok, yakni kapasitas, regulasi, pembiayaan, semangat dan komitmen untuk komunikasi dan kerja sama antar pemangku kepentingan, aset wisata, perencanaan, dan infrastruktur.