Daerah tertinggal adalah daerah yang kemajuannya terhambat oleh berbagai kendala yang dihadapi di daerah tersebut dalam pembangunan, sehingga daerah tersebut termasuk dalam kategori tertinggal dari daerah lain. Sesuai dengan salah satu agenda pembangunan dalam RPJMN 2020-2024 yaitu “Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan” maka percepatan pembangunan daerah tertinggal merupakan salah satu bagian yang teramat penting di dalam agenda tersebut. Untuk itu diperlukan perhatian khusus kepada daerah tertinggal melalui program-program afirmatif yang secara spesifik ditujukan untuk mengatasi hambatan dan kendala spesifik yang dialami oleh setiap daerah tertinggal dalam upaya meningkatkan hasil pembangunan di daerahnya.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi c/q Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Tertinggal (Ditjen PDT) menjadi ujung tombak bagi program percepatan pembangunan daerah tertinggal terutama melalui koordinasi dengan kementerian dan lembaga (K/L) yang melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan di daerah agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh K/L dapat memberikan afirmasi atau perhatian khusus pada upaya percepatan pembangunan di daerah tertinggal. Untuk tujuan tersebut, Ditjen PDT ditopang oleh sebuah dokumen Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT) 2020-2024 sebagai upaya memperkuat koordinasi yang dilakukan oleh KemenDesaPDTT c/q Ditjen PDT terhadap Kementerian dan Lembaga yang memberikan program dan kegiatan afirmatif ke daerah tertinggal.
Keterlibatan daerah tertinggal menjadi penting artinya sebagai penerima manfaat dari upaya afirmasi percepatan pembangunan daerah tertinggal, agar STRANAS PPDT 2020-2024 yang disusun dapat dimuati pandangan dan aspirasi masing-masing daerah tertinggal tentang upaya mempercepat pembangunan daerah masing-masing. Pandangan dan aspirasi terkait faktor-faktor yang berpengaruh pada ketertinggalan daerah dan cara maupun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengatasi ketertinggalan. Proses pelibatan daerah diwujudkan dalam bentuk workshop atau studio perencanaan kolaboratif dengan daerah tertinggal, difasilitasi perguruan tinggi yaikni Universitas Gadjah Mada c/q Pusat Studi Perencanaan Pembangunan Regional (PSPPR).
Workshop ini merupakan sebuah kegiatan kolaboratif antar kabupaten/daerah tertinggal untuk dapat saling belajar dari satu kepada yang lain dalam upaya memajukan daerah masing-masing. Staf ahli dari UGM bersama dengan staf dari Direktorat Perencanaan dan Identifikasi Daerah Tertinggal berperan sebagai narasumber dan fasilitator, untuk membantu peserta dalam menyusun strategi percepatan pembangunan daerah tertinggal bagi masing-masing kabupaten. Workshop dilaksanakan pada 29 – 31 Agustus 2019 di Wisma MM Universitas Gadjah Mada. Pertemuan ini mengundang 11 provinsi dan 60 kabupaten daerah tertinggal yang menjadi target program afirmatif pada periode 2020-2024. Namun tidak semua daerah tertinggal dapat hadir khususnya daerah tertinggal yang sebagian besar berasal dari Pulau Papua mengingat pada saat itu situasi di Papua sedang tidak kondusif dan komunikasi sempat terputus. Workshop dibuka oleh Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan Perdesaan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Dr. Ir. Awal Subandar, M.Sc. dihadiri oleh Prof. Dr. Mustofa Apt., M.Kes. diikuti pengantar oleh Direktur Perencanaan dan Identifikasi Daerah Tertinggal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta ditutup oleh Kepala Pusat Studi Perencanaan Pembangunan Regional UGM Prof. Ir. Bambang Hari Wibisono MUP, M.Sc., Ph.D.